Selasa, 17 Oktober 2017

CERITA CERITA BUDHA

Cerita-Cerita Buddha
 Posted by ysbl on March 9, 2010 at 2:47 AM
1. Anak-Anak Mengunjungi Sang Buddha
Pada suatu ketika, ketika Sang Buddha sedang berdiam di ViharaJetavana, Savatthi, terdapat beberapa orang tua yang menjadi pengikutaliran yang sesat. Ketika mereka melihat anak-anak merekabermain-main dengan anak-anak yang orang tuanya pengikut Sang Buddha,mereka marah dan tidak senang. Setelah anak-anak itu selesai bermaindan pulang ke rumah, mereka segera memarahi anak-anaknya :
     "Mulai sekarang, kalau kamu bertemu denganbhikkhu-bhikkhu pengikut Pangeran Sakya, kamu tidak usah memberihormat, dan tidak boleh memasuki pertapaan mereka".
Anak-anaknya disuruh bersumpah, harus mentaati apa yang merekakatakan.
      Pada suatu hari, anak-anak pengikutaliran sesat itu sedang bermain-main di luar Vihara Jetavana, tempatSang Buddha berdiam. Mereka bermain-main di depan pintu gerbangVihara, setelah lelah bermain, mereka merasa amat haus dan inginminum. mereka lalu menyuruh salah seorang temannya masuk ke dalamVihara :
      "Kamu masuk dulu ke dalam,mintalah air minum dan bawakan juga untuk kami".
Salahseorang anak laki-laki itu masuk ke Vihara, dan bertemu dengan SangBuddha. Setelah memberi hormat, ia bercerita bahwa mereka sedangbermain-main di depan Vihara dan sekarang merasa haus, ingin mintaair minum.
      Sang Buddha berkata :
     "Kamu boleh minum air di sini, kalau sudah minum,kembalilah ke teman-temanmu, ajaklah mereka minum di sini".
     Kemudian semua anak-anak itu masuk ke dalam Viharauntuk minum. Selesai minum, Sang Buddha mengumpulkan mereka, danmengajarkan Hukum Alam Semesta dengan kata-kata yang mudah merekapahami. Akhirnya mereka mengerti dan menjadi murid Sang Buddha.
     Setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing, danbercerita kepada orang tua mereka tentang Ajaran Sang Buddha.Beberapa orang tua yang menganut pandangan sesat itu bersedih hatidan menangis:
      "Anak kami telah manganutpandangan sesat".
Tetapi ada beberapa orang tua yang pandaidan mengerti Ajaran Sang Buddha. Ketika menyadari kekeliruannya,mereka mendatangi orang tua yang keliru itu dan menjelaskan AjaranSang Buddha. Akhirnya mereka semua mengerti akan Dhamma yang SangBuddha ajarkan, mereka berkata:
      "Kamiakan menyuruh anak-anak kami melayani Sang Guru Agung kita"
Bersama dengan keluarga masing-masing, mereka berbondong-bondongmengunjungi Sang Buddha.
      Sang Buddha yangmengetahui bahwa pikiran mereka sudah berubah, segera menerangkankembali AjaranNya kepada mereka. Sang Buddha mengucapkan syair:
      "Mereka yang menganggap tercelaterhadap apa yang sebenarnya tidak tercela dan menganggap tidaktercela terhadap apa yang sebenarnya tercela, maka orang yangmenganut pandangan salah seperti itu akan masuk ke alam sengsara".
      (Dhammapada, Niraya Vagga no. 13)
      "Mereka yang mengetahui apa yangtercela sebagai tercela, dan apa yang tidak tercela sebagai tidaktercela, maka orang yang menganut pandangan benar seperti itu akanmasuk ke alam bahagia".
      (Dhammapada, Niraya Vagga no. 14)
2. Mahadhana, Anak Seorang Jutawan
      Kisah ini tentang seorang anakjutawan, anak orang yang amat kaya di Benares. Ia bernama Mahadhana.Ia terlahir di sebuah keluarga yang kaya raya. Mereka memilikikekayaan sebanyak delapan ratus juta keping uang. Ayah dan ibuMahadhana berpikir:
      "Harta kami amatbanyak, untuk apa anak kami bekerja lagi, lebih baik iabersenang-senang".
      Kemudian merekamembiarkan anaknya bersenang-senang saja, dengan bernyanyi, menaridan bermain musik, setiap waktu.
      Di kotayang sama terdapat pula orang kaya lainnya. Ia juga mempunyaikekayaan sebanyak delapan ratus juta keping uang. Mereka mempunyaiseorang anak gadis yang cantik. Mereka juga mempunyai pikiran yangsama, yaitu membiarkan anak gadisnya bersenang-senang saja. Ketikakedua anak ini dewasa, kedua orang tuanya mengawinkan anak mereka,seperti kebiasaan pada waktu itu. Beberapa waktu kemudian kedua orangtua itu meninggal dunia. Setelah kedua orang tuanya meninggal dunia,Mahadhana dan istrinya memperoleh warisan dari kedua orang tuanya.Harta mereka menjadi dua kali delapan ratus juta keping uang.
     Mahadhana mempunyai kebiasaan mengunjungi Raja tigakali dalam satu hari. Di kota terdapat sekelompok orang yangkebiasaannya bermabuk-mabukkan dengan minum minuman keras. MelihatMahadhana, mereka berpikir alangkah baiknya kalau mereka dapatmembuat Mahadhana bermabuk-mabukkan dan menghamburkan uangnya, dengandemikian mereka dapat ikut bersenang-senang.
     "Kalau anak jutawan ini menjadi pemabuk dan menjadi teman kita,dapat kita peras kekayaannya. Jadi kita harus memperlihatkankepadanya, bagaimana caranya bermabuk-mabukkan".
     Mereka lalu menyediakan minuman keras, daging panggang, garam,tembakau dan gula yang disimpan di dalam kantong baju mereka.Kemudian mereka duduk di jalan yang biasa dilalui Mahadhana. KetikaMahadhana mendekat, mereka segera minum minuman keras, memasukkangaram dan gula ke mulut dan juga mengunyah tembakau. Orang-orang ituberkata:
      "Semoga tuanku, anak jutawanhidup seratus tahun! Dengan bantuanmu kami dapat makan dan minumsepuas hati! Cobalah minuman ini tuanku, enak sekali".
     Mendengar kata-kata mereka, Mahadhana bertanya kepadapelayan yang mengiringinya:
      "Apa yangmereka minum?"
      "Minuman istimewatuanku"
      "Enakkah rasanya?"
     "Tuanku di dunia ini, tidak ada minuman yang lebihenak dari pada minuman ini".
      "Jadi!",kata Mahadhana, "Saya harus mencoba".
Kemudian iamenyuruh pelayannya mengambil minuman itu sedikit, dicobanya, lalu iamengambil sedikit lagi, sedikit lagi, akhirnya ia menjadi mabuk.Tidak perlu waktu lama untuk membuat Mahadhana menjadi pemabuk.
     Orang-orang berkerumun mengelilingi Mahadhana yangmenghamburkan uangnya, seratus atau dua ratus keping uang. Akhirnyaperbuatan buruk itu menjadi kebiasaannya, setiap mabuk iamenghamburkan uangnya. Dengan meraup uang di tangannya, iaberteriak-teriak:
      "Ambillah uang inidan bawakan saya bunga! Ambillah uang ini bawakan saya minyak wangi!Orang ini pandai bermain dadu, orang ini pandai bermain musik!Berikanlah orang ini seribu keping dan orang itu dua ribu keping!".
Dengan cara seperti itulah ia menghabiskan uang warisan orangtuanya. Ketika teman-temannya tahu uangnya habis, mereka berkatakepada Mahadhana:
      "Tuanku, hartamusudah habis. Apakah istrimu punya uang?"
     "Oh ya, ia juga punya uang, ambillah uang istriku".
Kemudian ia pun menghabiskan uang istrinya dengan cara yang sama.
      Setelah uangnya habis, Mahadhana menjualladang, tanah dan kebun, juga kereta kudanya. Ia menjual semuaperalatan makannya, selimut, mantel dan tempat tidurnya. Akhirnyasemua hartanya habis terjual, ia jatuh miskin. Hidupnya tidak karuanlagi. Di usia tuanya ia menjual hartanya yang terakhir yaiturumahnya, tidak ada lagi harta yang tersisa sedikitpun, ia haruspergi dari rumahnya sendiri. Dengan istrinya, ia menemukan sebuahgubuk, yang menempel di sisi dinding tembok sebuah rumah. Denganmangkuk yang pecah, ia menjadi pengemis meminta belas kasihan oranglain. Ia hanya makan makanan sisa yang dibuang orang.
     Suatu hari ia berdiri di depan Vihara tempat Sang Buddhaberdiam, untuk meminta makanan. Samanera memberikan makanan kepadaMahadhana, anak jutawan yang sekarang menjadi pengemis itu. SangBuddha melihatnya lalu tersenyum. Yang Mulia Ananda bertanya mengapaSang Buddha tersenyum. Sang Buddha lalu bercerita:
     "Ananda, lihatlah anak jutawan itu! Di kota iamenghambur-hamburkan harta kekayaannya sebanyak dua kali delapanratus juta keping uang. Sekarang dengan istrinya, ia menjadipengemis. Apabila dalam kehidupannya ini, ia tidak menghamburkanharta bendanya, tetapi menjalani usahanya dengan baik, ia akanmenjadi orang yang terkaya di kota ini. Dan apabila ia pensiun danmenjadi bhikkhu, ia akan mencapai Tingkat Kesucian Arahat, danistrinya akan mencapai Tingkat Kesucian ke Tiga (Anagami). Apabila diusia setengah bayanya ia tidak menghamburkan harta bendanya, tetapimenjalani usahanya, ia akan menjadi orang kaya nomor dua di kota ini.Bila ia pensiun dan menjadi seorang bhikkhu, ia akan mencapai TingkatKesucian ke Tiga (Anagami), dan istrinya akan mencapai TingkatKesucian ke Dua (Sakadagami). Dan apabila di usia tuanya ia tidakmenghamburkan harta bendanya, tetapi menjalankan usahanya, ia akanmenjadi orang kaya nomor tiga di kota ini. Bila ia pensiun danmenjadi bhikkhu, ia akan mencapai Tingkat Kesucian ke Dua(Sakadagami), dan istrinya akan mencapai Tingkat Kesucian Pertama(Sotapana). Tetapi sekarang ia jatuh bangkrut dan ia juga tidakmengenal Dhamma, ia akan menjadi seekor bangau yang berdiam di danaukering".
Setelah berkata demikian, Sang Buddha mengucapkansyair:
      "Mereka yang tidakmenjalankan kehidupan suci serta tidak mengumpulkan bekal (kekayaan)selagi masih muda, ia akan merana seperti bangau tua yang berdiam dikolam yang tidak ada ikannya".
      (Dhammapada, Jara Vagga no.10)
3. Kesucian yang "Dibeli"
      Kisah ini menceritakan tentangKala, anak seorang jutawan yang bernama Anathapindika. Meskipunayahnya amat gemar berdana dan percaya akan hasil dari perbuatan baikyang dilakukannya, Kala tidak pernah menunjukkan keinginannya untukmengunjungi Sang Buddha atau menemui Sang Buddha apabila Beliaudatang ke rumah ayahnya, atau mendengarkan Dhamma, ataupun melayaniAnggota Sangha. Ayahnya selalu menasehatinya:
     "Anakku, jangan berlaku begitu".
Tetapi Kala tidakpernah memperhatikan nasehat ayahnya. Suatu ketika ayahnya berpikir:
      "Kalau anakku ini tetap bertingkah lakuseperti itu, apabila meninggal ia akan masuk ke Neraka Avici.Bagaimana mungkin saya biarkan hal itu terjadi di depan mata saya?"
     "Tetapi, di dunia ini segala sesuatu dapatdilemahkan oleh hadiah".
Ia berkata kepada anaknya:
     "Anakku, pergilah ke Vihara, dengarkanlah Dhammayang di ajarkan oleh Sang Buddha, setelah selesai pulanglah. Kalaukamu mau pergi ke Vihara, saya akan memberikan seratus keping uang".
      "Ayah, benarkah ayah akan memberikansaya seratus keping uang, kalau saya pergi ke Vihara?".
     "Benar, anakku", jawab ayahnya.
     Sesudah ayahnya berjanji tiga kali, Kala lalu pergi ke Vihara.Tetapi ia tidak mendengarkan Dhamma, melainkan ia tidur nyenyak ditempat yang nyaman di Vihara, keesokkan harinya ia baru pulang.
     Ayahnya berkata:
      "Hariini anakku sudah ke Vihara, cepat sediakan bubur dan makananlainnya".
Jutawan itu segera memberikan bubur dan makananlain kepada anaknya dan menyuruhnya makan.
     Tetapi Kala berkata:
      "Saya tidak maumakan, kecuali diberi uang terlebih dahulu".
Ia tidak maumenyentuh makanannya. Ayahnya tidak memaksanya untuk makan, tetapi iamemberi uang yang dijanjikannya. Setelah menerima uang, Kala makanmakanan yang tersedia di hadapannya.
     Keesokan harinya si ayah ingin anaknya pergi lagi ke Vihara, iaberkata:
      "Anakku, saya akan berikankamu seribu keping uang kalau kamu mau duduk di hadapan Sang Buddhadan mendengarkan AjaranNya. Pulanglah setelah selesai".
     Kala segera pergi ke Vihara. Ia duduk di hadapan SangBuddha. Dan ketika Sang Buddha mengucapkan satu syair, ia tidakmengerti arti syair itu, tetapi ia tidak mau pulang. Ia berpikir:
     "Saya pasti akan dapat mengerti arti syair".
Karena penasaran ia tetap duduk dan mendengarkan Ajaran SangBuddha, ia berusaha untuk mengerti. Sang Buddha yang mengetahui sebabdari kedatangannya ke Vihara, sengaja membuatnya tidak dapat mengertidengan jelas arti syair itu.
      "Sayaharus mengerti arti syair itu", pikir Kala. Jadi ia tetaptinggal dan mendengarkan Ajaran Sang Buddha, akhirnya ia mengerti danmencapai Tingkat Kesucian.
      Keesokan harinya,Kala bersama dengan para bhikkhu ikut menyertai Sang Buddha pergi keSavatthi. Ketika Anathapindika melihat anaknya, ia berkata:
     "Hari ini, kelakuan anakku amat menyenangkanhatiku".
Dan pada saat itu pula Kala berpikir:
     "Saya harap ayah tidak memberikan saya uang yangdijanjikannya di hadapan Sang Buddha. Saya harap ia tidak berceritakarena sejumlah uanglah saya mau pergi ke Vihara". (Sang Buddhamengetahui bahwa karena sejumlah uang, Kala mau pergi ke Vihara).
     Jutawan Anathapindika mempersembahkan bubur dan makananlainnya kepada Sang Buddha dan kepada bhikkhu Sangha, ia jugamempersembahkan makanan kepada anaknya. Kala duduk dengan diam, iamakan bubur dan makanan lainnya. Ketika Sang Buddha selesai makan,Jutawan itu memberikan sebuah dompet yang berisi seribu keping uangkepada anaknya, dan berkata:
      "Anakku,tentu kamu masih ingat bahwa saya membujukmu untuk pergi ke Vihara,dengan janji akan memberimu seribu keping uang, ambillah uang ini".
Ketika Kala melihat kepada Sang Buddha, ia merasa amat malu danberkata:
      "Saya tidak mau uang ini".
      "Ambillah, anakku", kata ayahnya.
Tetapi Kala tetap menolaknya. Jutawan Anathapindika itumengucapkan terima kasih kepada Sang Buddha, seraya berkata:
     "Yang Mulia, kelakuan anak saya pada hari ini amatmenyenangkan saya".
      "Mengapa,saudara?"
      "Yang Mulia, kemarin dulusaya menyuruhnya pergi ke Vihara sambil berkata, 'Saya akan memberikamu seratus keping uang'. Kemarin ia menolak untuk makan sebelumsaya berikan uang itu kepadanya. Tetapi pada hari ini, ketika sayaberikan uang, ia malahan menolaknya".
     Sang Buddha berkata:
      "Itulah yang telahterjadi, saudara. Hari ini ia telah mencapai Tingkat Kesucian, telahmencapai Alam Surga dan Alam Brahma".
     Kemudian Sang Buddha mengucapkan syair:
"Adayang lebih baik dari pada kekuasaan mutlak atas bumi, dari pada pergike Surga atau dari pada memerintah seluruh dunia, yakni hasilkemuliaan dari seorang Suci yang telah memenangkan arus(Sotapattiphala)".
(Dhammapada, Loka Vaggano. 12)
4. Sang Buddha Memberi Makan
Orang Kelaparan
      Pada suatu hari ketika SangBuddha sedang duduk bermeditasi di Vihara Jetavana, dengan MataBuddha-Nya, Sang Buddha melihat seorang laki-laki yang amat miskintinggal di Alavi. Sang Buddha mengetahui bahwa orang itu mempunyaikemampuan untuk mencapai tingkat kesucian. Sang Buddha ingin membantuorang itu, lalu bersama dengan lima ratus orang muridnya, Sang Buddhamelakukan perjalanan menuju Alavi.
      PendudukAlavi setelah mengetahui kedatangan Sang Buddha, segera mengundangSang Guru Agung menjadi tamu mereka. Ketika orang miskin itumendengar kedatangan Sang Buddha, ia ingin sekali bertemu dengan SangBuddha dan mendengar Ajarannya. Tetapi, pada hari itu seekor lembunyatersesat. Ia bimbang,
      "Apakah sayamencari lembu yang hilang itu ataukah saya pergi menemui Sang Buddhauntuk mendengarkan AjaranNya?".
Akhirnya ia memutuskan:
     "Pertama-tama saya akan mencari lembu yang hilangitu terlebih dahulu, kemudian saya akan pergi menemui Sang Buddha".
      Keesokan harinya, pagi-pagi sekali ia pergike hutan untuk mencari lembunya yang tersesat. Penduduk desa Alavimempersilahkan Sang Buddha beserta murid-muridnya untuk duduk ditempat yang telah mereka persiapkan, dan mempersembahkan bubur danmakanan lainnya dengan penuh hormat. Sesudah makan, Sang Buddhabiasanya mengucapkan terima kasih dengan membacakan ParittaPemberkahan, tetapi kali ini Sang Buddha berkata:
     "Ia yang menyebabkanKu datang ke sini bersama para bhikkhusedang pergi ke hutan mencari lembunya yang hilang. Kita tunggusampai dia kembali, setelah ia datang Aku akan membabarkan Dhamma".Kemudian Sang Buddha duduk diam.
      Orangmiskin itu setelah menemukan lembunya yang tersesat, segeramenggiring lembunya kembali ke kandang. Ia lalu berpikir:
     "Kalau tidak ada apa-apa lagi, saya harus segerapergi mengunjungi dan memberikan hormat kepada Sang Buddha".
Dengan menahan rasa lapar yang amat sangat, ia segera pergimenemui Sang Buddha.
      Setelah orang itubernamaskara di hadapan Sang Buddha, ia lalu duduk diam-diam di salahsatu sisi. Sang Buddha setelah melihat orang itu datang, segeraberkata kepada orang yang melayaninya:
     "Apakah masih ada makanan?".
     "Masih ada Yang Mulia, masih banyak makanan".
     "Berikanlah makanan kepada orang ini".
Kemudianorang itu diberikan bubur dan makanan lainnya. Setelah selesai makan,ia mencuci mulutnya lalu duduk dengan tenang.
     Kemudian Sang Buddha membabarkan Dhamma, menjelaskan EmpatKesunyataan Mulia. Pada akhir khotbah, orang itu mencapai TingkatKesucian Pertama (Sotapana). Setelah Sang Buddha selesai membabarkanDhamma, Beliau lalu membacakan Paritta Pemberkahan dan segerameninggalkan desa itu.
      Di perjalanan, parabhikkhu menyatakan keheranannya dengan apa yang Sang Buddha lakukanpada hari ini, mereka berkata:
      "Saudaraku,Guru kita belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Tetapimelihat orang itu kelaparan, Sang Guru meminta penduduk desamenyediakan makanan untuknya".
      SangBuddha segera berhenti berjalan, berbalik dan bertanya:
     "O, para bhikkhu, apa yang kalian bicarakan?".
Setelah Sang Buddha mendengar apa yang mereka bicarakan, Beliauberkata:
      "O, para bhikkhu, kadatanganKukemari dengan melalui perjalanan yang berat dan jauh ini adalahkarena Aku melihat orang itu mempunyai kemampuan untuk mencapaiTingkat Kesucian. Pagi-pagi sekali dengan menahan lapar, ia ke hutanmencari lembunya yang hilang. Jadi kalau Aku membabarkan AjaranKukepada orang yang perutnya lapar, ia tidak akan dapat mengerti apayang Kuajarkan. Karena itu Aku melakukan apa yang harus Kulakukan. O,para bhikkhu, kelaparan adalah penyakit yang paling berat".
Sang Buddha lalu mengucapkan syair:
"Kelaparanmerupakan penyakit yang paling berat. Segala sesuatu yang berkondisimerupakan penderitaan yang paling besar. Setelah mengetahui hal inisebagaimana adanya, orang bijaksana memahami bahwa Nibbana merupakankebahagiaan tertinggi"
(Dhammapada, SukhaVagga no. 7)
5. Sopaka Yang Malang
      Tersebutlah seorang anak bernamaSopaka. Ia berasal dari keluarga yang sangat miskin. Ketika Sopakaberusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Ibunya kawin lagidengan seorang laki-laki yang amat kejam, jahat dan kasar. Ia selalumemukul, mencaci-maki dan membentak Sopaka kecil yang ramah, tidakberdosa dan baik hati itu. Ayah tirinya selalu berpikir:
     "Anak ini selalu menyusahkan saja. Ia tidak ada gunanya.Saya amat membencinya tetapi tidak dapat melakukan apa-apa kepadanya,karena ibunya amat mencintainya. Apa yang harus saya lakukan?".
      Pada suatu malam ia berkata kepada Sopaka:
      "Anakku, marilah kita berjalan-jalan".
Sopaka sangat heran karena ayah tirinya berbicara begitu ramahsehingga ia berpikir:
      "Ayah tirikutidak pernah berbicara begitu ramah kepadaku. Tetapi sekarangkelihatannya amat baik. Mungkin ibuku yang memintanya untuk berlakuramah kepadaku".
Lalu ia ikut pergi bersama ayah tirinya.
     Ayah tirinya membawanya ke kuburan yang banyak mayatberserakan. Lalu ia mengikat Sopaka ke satu mayat dan meninggalkannyadi sana. Sopaka segera menangis:
      "Ayah,saya mohon ayah tidak mengikat saya ke mayat yang bau dan kotor ini.Saya mohon, ayah. Saya amat takut, ayah".
Sopaka menjeritsekerasnya. Tetapi ayah tirinya pergi tanpa memperdulikan Sopakalagi.
      Di sekitar tempat itu amat gelap,Sopaka amat ketakutan. Tak ada seorang pun di kuburan itu. KarenaSopaka amat ketakutan, rambutnya berdiri dan keringat mulai menetesmembasahi seluruh tubuhnya. Bajunya basah oleh keringat yang menetes.Apalagi ketika ia mendengar suara-suara harimau, serigala, macantutul, dan binatang buas lainnya, Sopaka menangis dan menjeritsekeras-kerasnya. Sopaka menyadari bahwa ia hanya seorang diri disitu dan tidak ada seorang pun yang dapat menolongnya.
     Tiba-tiba ia melihat seorang laki-laki yang berwajah amatmulia, tampan dan bersinar amat terang mendatanginya. Sopakamendengar ia berkata dengan suaranya yang amat lembut:
     "Sopaka, janganlah menangis. Saya ada disini untukmenolongmu. Jangan takut!".
Dan pada saat itu juga Sopakadapat melepaskan ikatannya dan berdiri di hadapan Sang Buddha diVihara Jetavana.
      Sopaka tidak mempercayaipenglihatan dan pendengarannya. Meskipun Sang Buddha berada di tempatyang sangat jauh dari kuburan itu, tetapi Beliau mendengar tangisanSopaka, dan mengirimkan sinar terang ke depan Sopaka dan memutuskantali ikatan dengan kekuatanNya. Sesampainya Sopaka yang malang diVihara, Sang Buddha memandikan dan memakaikannya jubah, lalumemberinya makanan, dan menghiburnya.
      Ketikaayah tiri yang kejam tersebut pulang ke rumah, ibu Sopaka bertanya:
     "Kemana anakku?".
     "Saya tidak tahu", jawab laki-laki kejam itu.
     "Ia pulang sebelum saya pulang. Saya pikir, ia sedangtidur".
Ibu Sopaka lalu mencari-cari anaknya tetapi tidakditemukannya. Ia tidak bisa tidur sepanjang malam. Ia menangis danmenangis terus menerus memikirkan Sopaka.
     Keesokan paginya ia berpikir:
      "SangBuddha pasti mengetahui semuanya, masa lampau, masa kini dan masayang akan datang. Saya harus ke Vihara menemui Sang Buddha, danbertanya dimanakah anak saya berada?".
Dengan menangis danbercucuran air mata, ia pergi ke Vihara.
     Sang Buddha bertanya kepadanya:
      "Mengapaengkau menangis?".
      "Oh, SangBuddha", kata ibu Sopaka, "Saya hanya mempunyai seoranganak laki-laki. Ia hilang sejak semalam. Suami saya membawanyaberjalan-jalan, ketika pulang ke rumah, ia berkata bahwa ia tidaktahu apa yang terjadi dengan anak saya".
     "Jangan khawatir, anakmu selamat. Ia ada di sini".
Setelahberkata demikian, Sang Buddha memanggil Sopaka, yang sekarang telahmenjadi samanera, bukan sebagai Sopaka yang dahulu lagi. Ibu Sopakaamat bahagia melihat anaknya kembali.
     Mendengar ajaran Sang Buddha, ibu Sopaka amat berbahagia, danberterima kasih kepada Sang Buddha yang telah menyelamatkan anaknya.Kemudian ia menjadi pengikut Sang Buddha.

6. Kecantikan Hanya Setipis Kulit Batasnya
      Permaisuri Raja Bimbisarabernama Ratu Khema, amat memuja kecantikan wajahnya. Ratu Khema telahmengucapkan permohonannya di kaki Buddha Padumuttara, ia ingin sekalimempunyai rupa dan wajah yang cantik. Tetapi ia mendengar bahwa SangBuddha Gotama mengatakan, kecantikan bukan merupakan hal yang utama.Pada kelahiran-kelahirannya yang terdahulu, Ratu Khema selalu menjadiwanita yang amat cantik. Raja Bimbisara yang mengetahui bahwaistrinya amat mengagumi kecantikan wajahnya lalu meminta pengaranglagu untuk menciptakan lagu yang memuji keindahan hutan Veluvana.Lagu itu kemudian dinyanyikan oleh para penyanyi terkenal.
     Ratu Khema ketika mendengar lagu tersebut penasaran,karena Veluvana digambarkan sebagai suatu tempat yang indah itu belumpernah ia dengar dan lihat sendiri.
      "Kalianbernyanyi tentang hutan yang mana?", tanyanya kepada parapenyanyi.
      "Paduka Ratu, kami bernyanyitentang hutan Veluvana", jawab mereka. Ratu Khema lalu inginsekali mengunjungi hutan Veluvana.
      SangBuddha yang ketika itu sedang berkumpul dengan murid-muridnya danmemberikan Ajarannya, mengetahui kedatangan Ratu Khema, lalumenciptakan bayangan seorang wanita muda yang amat cantik, berdiri disamping Sang Buddha.
      Ketika Ratu Khemamendekat, ia melihat bayangan wanita muda yang amat cantik, iaberpikir,
      "Yang saya ketahui SangBuddha selalu berkata bahwa kecantikan bukanlah hal yang utama.Tetapi di sisi Sang Buddha sekarang berdiri seorang wanita yangkecantikannya luar biasa. Saya belum pernah melihat wanita secantikini. Orang-orang itu pasti salah dalam menggambarkan pandangan SangBuddha tentang kecantikan, betul-betul saya tidak mengira".
Iatidak mendengarkan kata-kata yang diucapkan Sang Buddha, pandangannyatetap tertuju kepada bayangan wanita cantik di sisi Sang Buddha.
     Sang Buddha mengetahui bahwa Ratu Khema amat seriusmemperhatikan bayangan wanita cantik itu, lalu Sang Buddha mengubahbayangan wanita muda yang amat cantik itu perlahan-lahan menjadiwanita tua, berubah terus sampai akhirnya yang tersisa hanyalahsetumpuk tulang-tulang di dalam sebuah kantong. Ratu Khema yangmemperhatikan semua itu lalu berkesimpulan, "Pada suatu saatnanti wajah yang muda dan cantik itu akan berubah menjadi tua, rapuhlalu mati. Ah, semua ini bukan kenyataan!".
     Sang Buddha mengetahui apa yang ada dalam pikirannya, lalu berkata:
      "Khema, kamu salah. Inilah kenyataanperubahan dari kecantikan wajah! Sekarang lihatlah semua kenyataanini".
Sang Buddha lalu mengucapkan syair:
     "Khema, lihatlah paduan unsur-unsur ini, berpenyakit,penuh kekotoran dan akhirnya membusuk. Tipu daya dan kemelekatanadalah keinginan orang bodoh".
      KetikaSang Buddha selesai mengucapkan syair ini Ratu Khema mencapai TingkatKesucian Pertama (Sotapana). Kemudian Sang Buddha berkata kepadanya:
      "Khema, semua makhluk di dunia ini,hanyut dalam nafsu indria, dipenuhi oleh rasa kebencian, diperdayaoleh khayalan, mereka tidak dapat mencapai pantai bahagia, tetapihanya hilir mudik di tepi sebelah sini saja".
Sang Buddhalalu mengucapkan syair:
"Mereka yangbergembira dengan nafsu indria, akan jatuh ke dalam arus (kehidupan),seperti laba-laba yang jatuh ke dalam jaring yang dibuatnya sendiri.Tetapi para bijaksana dapat memutuskan belenggu itu, merekameninggalkan kehidupan duniawi, tanpa ikatan serta melepaskankesenangan-kesenangan indria".
(Dhammapada, TanhaVagga no. 14)
      Setelah Sang Buddha selesaimengucapkan syairnya, Khema mencapai Tingkat Kesucian Arahat. SangBuddha lalu berkata kepada Raja Bimbisara,
     "Baginda, Khema lebih baik meninggalkan keduniawian ataukahmencapai Nibbana?".
      Raja Bimbisaramenjawab:
      "Yang Mulia, ijinkanlah iamemasuki Sangha Bhikkhuni, jangan dulu mencapai Nibbana!".
Khema meninggalkan keduniawian dan menjadi salah satu murid SangBuddha yang terkemuka.

7. Bhikkhu dan Makhluk Halus
Penghuni Hutan
      Ketika Sang Buddha sedangberdiam di Savatthi bersama dengan murid-muridnya, Sang Buddhamemerintahkan kelima ratus orang muridnya untuk berlatih diri,bermeditasi di hutan untuk mencapai tingkat kesucian. Kelima ratusorang bhikkhu itu lalu pergi menuju ke suatu desa yang cukup besar.Penduduk desa yang ketika mengetahui murid-murid Sang Buddhamendatangi desa mereka, segera menyambutnya dengan menyiapkan tempatuntuk beristirahat, dan mempersembahkan bubur dan makanan lainnya.Mereka lalu bertanya:
      "Kemanakah Bhanteakan pergi?".
Para bhikkhu itu menjawab:
     "Kami akan pergi ke suatu tempat yang nyaman".
Pendudukdesa itu menyarankan:
      "Bhante,tinggallah di hutan di dekat desa kami ini selama tiga bulan,sehingga kami dapat mempelajari Dhamma dibawah bimbinganmu".
Para bhikkhu menyetujuinya, dan para penduduk berkata lagi:
     "Bhante, di dekat desa kami ada hutan kecil,Bhante dapat tinggal di sana".
Kelima ratus orang bhikkhuitu lalu pergi menuju hutan yang ditunjukkan penduduk desa.
     Di dalam hutan itu banyak terdapat makhluk haluspenghuni hutan, mereka mengetahui kedatangan para bhikkhu,
     "Sekumpulan bhikkhu akan datang ke hutan ini,apabila para bhikkhu itu tinggal di sini, pasti tidak enak lagi kitaberdiam di sini bersama anak dan istri".
Mereka turun daripohon dan duduk di bawah, mereka berpikir lagi:
     "Kalau bhikkhu-bhikkhu itu tinggal di sini hanya satu malam,besok mereka pasti pergi dari hutan ini".
Mereka lalu dudukdiam di bawah pohon. Tetapi keesokkan harinya setelah para bhikkhuberpindapata ke desa di dekat hutan itu dan makan hasil pindapatanya,ternyata mereka kembali ke hutan itu. Para makhluk halus penghunihutan itu berpikir:
      "Besok, kalau adayang mengundang mereka, mereka pasti pergi dari sini. Kalau hari inimereka tidak jadi pergi, besok mereka pasti pergi". Setelahberpikir demikian, mereka duduk kembali di bawah pohon sepanjangmalam.
      Makhluk halus penghuni hutanragu-ragu, apakah para bhikkhu itu akan segera pergi dari tempattinggal mereka, lalu berpikir kembali:
     "Apabila para bhikkhu ini tinggal di sini selama tiga bulan,pasti tidak enak lagi tinggal di sini, lagipula kita sudah lelahsekali duduk di bawah. Bagaimana yah, caranya supaya para bhikkhu inipergi dari sini?".
Karena merasa terganggu akhirnya makhlukhalus penghuni hutan itu mengganggu para bhikkhu supaya mereka pergidari tempat tinggal mereka. Siang dan malam hari para bhikkhu itudiganggu, ada yang melihat kepala-kepala beterbangan, ada pula yangmelihat badan tanpa ada kepalanya berjalan-jalan, lalu terdengarsuara-suara yang menyeramkan.
      Pada waktuyang bersamaan, para bhikkhu itu banyak yang menderita bermacam-macampenyakit, ada yang sakit batuk, pilek atau sakit-sakit lainnya.Mereka lalu saling bertanya:
      "Saudaraku,kamu sakit apa?".
      "Saya sakitpilek".
      "Saya batuk-batuk".
      "Saudaraku, hari ini saya melihatbanyak kepala beterbangan".
      "Saudaraku,di malam hari saya melihat badan tanpa kepala berjalan-jalan".
      "Saya mendengar suara-suara yangmenyeramkan".
      "Saudaraku, kitaharus meninggalkan tempat ini, tempat ini tidak cocok untuk kita.Mari kita menemui Guru kita, Sang Buddha".
     Mereka meninggalkan hutan itu dan menemui Sang Buddha, setelahmemberikan hormatnya dengan bernamaskara, mereka lalu duduk danmenceritakan mengapa mereka kembali, Sang Buddha lalu berkata:
     "Bhikkhu, mengapa kalian tidak dapat tinggal dihutan itu?".
Para bhikkhu menjawab:
     "Yang Mulia, kami tidak dapat lagi tinggal di sana, tempat ituamat menyeramkan, banyak hal menakutkan yang kami lihat dan alami.Tempat itu tidak nyaman untuk kami, jadi kami memutuskan untuk pergidari sana dan kembali menemui Yang Mulia".
     "Bhikkhu, kamu harus kembali ke tempat itu".
     "Maaf Yang Mulia, kami tidak mau kembali ke sana".
      "Bhikkhu, ketika kamu pergi ke hutanitu untuk pertama kalinya, kamu tidak membawa "senjata".Dan sekarang kamu harus membawa "senjata" bila kamu kembalike sana".
      "Senjata apakah itu YangMulia?"
Sang Buddha lalu menjawab,
     "Aku akan memberikan senjata yang dapat kamu bawa kemana punkamu pergi".
Sang Buddha mengucapkan syair Karaniya MettaSutta:
Inilah yang harusdilaksanakan
oleh mereka-mereka yang tekun dalam kebaikan.
Dantelah mencapai ketenangan bathin.
Ia harus pandai, jujur, sangatjujur.
Rendah hati, lemah lembut, tiada sombong.
Merasa puas, mudahdirawat
Tiada sibuk, sederhana hidupnya
Tenang indrianya,selalu waspada
Tahu malu, tidak melekat pada keluarga
Tak berbuat kesalahanwalaupun kecil
yang dapat dicela oleh para Bijaksana.
Hendaklahia selalu berpikir:
"Semoga semua makhluk sejahtera dandamai,
semoga semua makhluk berbahagia"
Makhluk apapun juga
Baik yang lemah atau yang kuat tanpa kecuali
Yang panjangatau yang besar
yang sedang, pendek, kurus atau gemuk
Yang terlihat atautidak terlihat
Yang jauh maupun yang dekat
Yang telahterlahir atau yang akan dilahirkan
Semoga semuanya berbahagia
Jangan menipu oranglain
Atau menghina siapa saja,
Janganlah karena marah danbenci
Mengharapkan orang lain mendapat celaka
Bagaikan seorang ibumempertaruhkan nyawanya
Untuk melindungi anaknya yang tunggal
Demikianlah terhadap semua makhluk
Dipancarkannya pikirankasih sayang tanpa batas
Hendaknya pikirankasih sayang
Dipancarkannya ke seluruh penjuru alam,
ke atas,ke bawah, dan ke sekeliling
Tanpa rintangan, tanpa benci, ataupermusuhan
Sewaktu berdiri,berjalan, atau duduk
Atau berbaring sesaat sebelum tidur
Iatekun mengembangkan kesadaran ini
Yang dinamakan "KediamanBrahma"
Tidak berpegang padapandangan yang salah
Tekun dalam sila dan memiliki kebijaksanaan,
Hingga bathinnya bersih dari segala nafsu indria
Maka ia takakan lahir lagi dalam rahim manapun juga
      Selesainya Sang Buddhamengucapkan syair Karaniya Metta Sutta, Sang Buddha berkata:
     "Bhikkhu, bacakanlah Karaniya Metta Sutta ini,ketika kamu hendak masuk ke dalam hutan, dan ketika hendak memasukitempat meditasi".
Setelah berkata demikian, Sang Buddhamelepaskan para bhikkhu kembali ke hutan.
     Para bhikkhu menghormat Sang Buddha dan kembali ke hutan denganmembawa "senjata" yang telah Sang Buddha ajarkan. Denganmembacakan Karaniya Metta Sutta bersama-sama, mereka masuk ke dalamhutan.
      Makhluk halus penghuni hutanmendengar Karaniya Metta Sutta, yang menggambarkan cinta kasih danbelas kasihan kepada semua makhluk. Sesudahnya mereka amat senang danmerasa bersahabat dengan para bhikkhu. Kemudian mereka mendatangipara bhikkhu dan minta ijin agar diperbolehkan membawakanmangkok-mangkok dan jubah-jubah. Mereka membersihkan tangan dan kakipara bhikkhu, lalu menempatkan penjagaan yang kuat di sekelilingnya.Mereka duduk bersama-sama para bhikkhu, berjaga-jaga. Suara-suara danbayangan-bayangan menakutkan tidak ada lagi, para bhikkhu menjaditenang dan nyaman.
      Mereka segera dudukbermeditasi, melatih diri pada siang dan malam hari, untukmendapatkan Pandangan Terang. Dengan pikiran yang terpusat danterkendali mereka merenungkan kematian, tentang tubuh yang mudahrusak dan membusuk, lalu mereka menarik kesimpulan,
     "Tubuh ini rapuh bagaikan tempayan".
Mereka lalumengembangkan Pandangan Terang.
      Sang Buddhayang sedang bermeditasi mengetahui bahwa murid-muridnya mulaimengembangkan Pandangan Terang, lalu ia berbicara kepada mereka:
     "Demikianlah bhikkhu. Tubuh ini rapuh bagaikantempayan".
Sambil berkata demikian, Sang Buddha mengirimkanbayangan dirinya yang dapat terlihat dengan jelas olehmurid-muridnya.
      Meskipun Sang Buddha beradaamat jauh, tetapi para bhikkhu dapat melihat Sang Buddha dalam bentukyang nyata, dengan memancarkan sinar yang amat terang, Sang Buddhamengucapkan syair:
      "Dengan menyadari bahwatubuh ini rapuh bagaikan tempayan, maka hendaknya seseorangmemperkokoh pikirannya bagaikan benteng kota dan menyerang maradengan senjata kabijaksanaan"
      (Dhammapada, Citta Vagga no. 8)
Ia harus menjaga apa yang telah ditaklukkannya dantidak melekat pada apapun juga.
8. Kebencian Jangan Dibalas
Dengan Kebencian
      Terdapatlah sebuah keluarga yangterdiri dari seorang ibu yang tinggal bersama dengan seorang anaklaki-lakinya. Ayahnya sudah meninggal, sehingga ia mengerjakan semuapekerjaan di ladang dan pekerjaan di rumah seorang diri. Ia jugamerawat ibunya dengan penuh kasih. Pada suatu hari ibunya berkata:
     "Anakku, saya akan mencarikan seorang gadis untukdijadikan isterimu".
      "Ibu,janganlah seperti itu, saya akan menjagamu sepanjang hidupmu".
      "Anakku, saya kasihan melihatmu bekerjakeras seorang diri di rumah dan di ladang. Jadi biarkanlah sayamencarikan seorang gadis untuk menjadi isterimu, sehingga ia dapatmambantumu".
Anak itu menolak terus permintaan ibunya,sampai akhirnya ia diam saja.
      Ibunyabermaksud pergi ke satu keluarga di desa dan meminta anak gadiskeluarga itu untuk dibawa pulang menjadi menantunya. Anaknyabertanya:
      "Ibu hendak pergi ke keluargamana?".
Ibunya menjawab akan pergi ke keluarga yang manasaja. Si anak menganjurkan ibunya untuk pergi ke keluarga yangmempunyai seorang anak gadis yang disukainya.
     Ibunya lalu pergi ke keluarga yang dimaksud oleh anaknya. Setelahbertemu dengan gadis yang disukai anaknya, ia minta ijin kepada orangtua si gadis untuk membawa pulang anak gadisnya dan menjadimenantunya. Orang tua gadis itu setuju, anak gadisnya dibawa pulang,kemudian si ibu berkata kepada anaknya: "Anakku, saya sudahmembawa seorang gadis untuk menjadi isterimu".
Akhirnya anaktersebut kawin dengan gadis yang disukainya.
     Sesudah beberapa tahun, mereka belum juga memperoleh seorang anak,padahal ibunya sangat mengharapkan seorang cucu.
     Pada suatu hari ibunya berkata:
      "Anakku,kamu harus mempunyai anak, kalau kamu tidak mempunyai anak makaketurunan kita akan habis. Kalau begitu lebih baik saya mencari gadislain untuk menjadi isteri mudamu".
     "Ibu, janqan berkata seperti itu, sudah cukup hal itu ibubicarakan berulang kali", kata anaknya. Tetapi ibunya tetapmembicarakan hal itu terus menerus.
      Isteripetani mendengar mertuanya membicarakan hal itu berulang-ulang, ialalu berpikir:
      "Kalau ibu mertua yangmencarikan gadis lain sebagai isteri muda suamiku, saya pasti akanmenjadi budak mereka. Lebih baik saya yang mencari gadis untukdijadikan isteri muda suamiku, sehingga ia patuh kepadaku".
     Isteri petani itu pergi mencari seorang gadis untukdijadikan isteri muda suaminya. Ia menjelaskan kepada orang tua gadisyang dipilihnya, bahwa suaminya mencari seorang gadis untuk dijadikanisteri mudanya, karena ia tidak bisa punya anak, sedangkan ibumertuanya ingin sekali memperoleh keturunan. Akhirnya orang tua gadisitu menyetujui anak gadisnya dibawa pulang.
     Tetapi selanjutnya isteri petani itu berpikir:
     "Kalau saingan saya ini punya anak, pasti ia akan menjadi raturumah tangga, dan disayangi oleh suami dan ibu mertua. Saya harusmenghalanginya supaya dia tidak bisa punya anak".
Ia berkatakepada isteri muda:
      "Kalau kamumengandung, beritahu saya ya!".
     "Baiklah", kata isteri muda.
      Jadisetiap kali isteri muda itu hamil, ia segera memberitahukan kepadaisteri tuanya, isteri tua lalu memberinya obat, sehingga kandungannyagugur, sampai dua kali ia kehilangan anaknya. Para tetangga bertanyamengapa ia keguguran terus,
      "Apakahsainganmu itu tidak menghalangimu untuk punya seorang anak?".
Iapun menceritakan perjanjian mereka. Para tetangganya lalumenasehati untuk tidak memberitahukan apabila ia hamil lagi.
     Ketika ia hamil untuk ke tiga kalinya ia tidakmemberitahukan isteri tua. Tetapi pada waktu isteri tua mengetahui iahamil lagi, ia berkata kepada isteri muda:
     "Mengapa kamu tidak memberitahukan saya kalau kamu hamil lagi?".
Isteri muda itu menjawab:
      "Karenakalau saya beritahu, kamu akan memberi saya obat sehingga sayakeguguran, mengapa saya harus memberitahukanmu?".
     Isteri tua lalu mencari akal untuk menghalangi isteri mudanyamelahirkan seorang anak. Pada waktu melahirkan akan tiba, isteri tualalu memberikan obat lagi kepada isteri muda, sehingga bayi dalamkandungan itu tidak dapat lahir. Isteri muda menderita kesakitan yangamat sangat, ia tidak tahan lagi. Ketika ia melihat isteri tuadatang, ia amat ketakutan, lalu berteriak:
     "Kamu membunuh saya! Kamu sangat jahat, kamu yang membawa sayakesini, kamu sendiri yang membunuh ketiga anak saya dan sekarang sayajuga akan mati. Kalau saya mati, saya akan menjadi raksasa dan akansaya makan anak-anakmu!".
Sesudah mengucapkan sumpah, isterimuda meninggal dunia dan terlahir kembali sebagai seekor kucing. Sisuami yang mengetahui semua ini terjadi karena perbuatan isterituanya, amat marah:
      "Kamu menghancurkanketurunan saya!".
Ia lalu memukuli isteri tuanya. Akibatpukulan suaminya, isteri tua menderita sakit lalu meninggal dunia danterlahir kembali sebagai seekor ayam betina.
     Jadi isteri muda terlahir sebagai seekor kucing, isteri tua terlahirsebagai seekor ayam betina. Setiap kali ayam betina itu bertelur, sikucing selalu makan telur ayam betina itu sampai yang ketiga kalinya,ayam betina itu berkata:
      "Tiga kalisudah kamu makan telur saya, sekarang kamu juga ingin makan saya,kalau saya mati, saya akan memangsa kamu beserta keturunanmu".
Sesudah ia mengucapkan sumpahnya, ia mati dan terlahir sebagaiseekor macan tutul. Si kucing setelah mati terlahir sebagai seekorkijang betina.
      Demikian pula macan tutul ituselalu memangsa anak kijang betina sampai ketiga kalinya, kijangbetina itu berkata:
      "Hai makhluk jelek,tiga kali sudah kamu makan anak-anak saya, sekarang kamu inginmemangsa saya juga. Kalau saya mati, saya akan memangsa kamu danketurunanmu".
      Sesudah ia mengucapkansumpahnya, ia mati dan terlahir sebagai raksasa. Si macan tutul matidan terlahir sebagai wanita yang tinggal di Savatthi.
     Jadi isteri muda yang kelahirannya yang terakhir sebagaikijang, terlahir kembali sebagai raksasa, dan isteri tua yang padakelahirannya yang terakhir sebagai macan tutul, terlahir kembalisebagai wanita muda.
      Ketika wanita muda itudewasa, ia menikah dengan seorang pemuda, dan tinggal bersamakeluarga suaminya. Tidak lama kemudian ia melahirkan seorang bayilaki-laki.
      Raksasa itu mengetahui kalaumusuhnya sudah mempunyai seorang anak, ia menyamar menjadi temanwanita muda itu, dan berpura-pura mau menengoknya. Ia bertanya:
     "Di mana teman saya?".
     "Di dalam kamar, ia baru saja melahirkan seorang bayi".
     "Bayinya laki-laki atau perempuan? Saya inginmelihatnya".
      Raksasa itu masuk ke kamarwanita tersebut. Ketika ia melihat bayi itu ia lalu memakannya,kemudian ia pergi. Demikian pula ketika wanita muda itu melahirkananak ke duanya, raksasa itu datang lagi dan memakan anaknya.
     Ketika wanita itu hamil untuk ketiga kalinya iamengajak suaminya untuk pulang ke rumah ibunya dan melahirkan disana. Raksasa yang mengetahui musuhnya itu hamil lagi, pergi mencariwanita muda itu ke rumahnya dan bertanya kepada keluarga suami wanitamuda itu:
      "Ke mana teman saya?".
      "Kamu tidak dapat menemuinya di rumahini, karena disini ada raksasa yang selalu makan anak-anaknya, jadiia pulang ke rumah orang tuanya".
      "Iaboleh pergi ke mana saja ia suka. Tetapi ia tidak dapat melarikandiri dari saya", kata si raksasa itu dengan penuh rasa benci.Lalu ia pergi ke kota tempat wanita muda itu berada.
     Setelah wanita muda itu melahirkan anaknya dan merasa sehatkembali, ia mengajak suaminya pulang ke rumah. Di tengah perjalanan,mereka berhenti di tepi sebuah kolam yang airnya jernih, lalu merekabergantian mandi.
      Kolam itu berada dekatdengan Vihara tempat Sang Buddha berdiam. Pada saat suaminya mandi dikolam, wanita muda itu melihat si raksasa mendekat. Ia mengenaliraksasa yang selalu makan anak-anaknya. Dengan amat takut iaberteriak-teriak memanggil suaminya:
     "Suamiku! Suamiku! Cepat kemari! Cepat kemari! Di sini adaraksasa!".
Tanpa menunggu suaminya datang, ia cepat-cepatlari dengan menggendong anaknya, masuk ke Vihara.
     Pada saat itu Sang Buddha sedang memberikan Ajaran kepada paramuridnya. Wanita muda yang sedang ketakutan dan panik masuk ke Viharalalu meletakkan bayinya di kaki Sang Buddha dan berkata:
     "Yang Mulia, saya berikan anak ini, lindungilah anaksaya, ada raksasa yang ingin memakannya".
     Raksasa Sumana mengejarnya dan ingin masuk ke dalam Vihara. SangBuddha meminta Yang Arya Ananda untuk membawa masuk raksasa itu:
     "Pergilah Ananda, biarkanlah raksasa itu masuk".
Raksasa itu masuk ke dalam Vihara, dan wanita muda amatketakutan:
      "Yang Mulia, dia datang kesini!".
Sang Buddha berkata:
     "Jangan takut, biarkan ia masuk!".
Ketika raksasa itutiba, Sang Buddha bertanya:
      "Sumana,mengapa kamu berlaku seperti itu? Sekarang kamu berhadapan langsungdengan seorang Buddha. Mengapa kamu memupuk rasa benci terhadapmakhluk lain selama berabad-abad lamanya? Mengapa kebencian dibalasdengan kebencian? Kebencian akan berakhir apabila dibalas dengancinta kasih".
      Sang Buddha lalumengucapkan syair:
"Kebencian tidakakan pernah berakhir apabila dibalas
dengan kebencian. Tetapikebencian akan berakhir bila
dibalas dengan tidak membenci.Inilah suatu hukum abadi".
(Dhammapada, YamakaVagga no 5)
      Setelah mendengar syairtersebut, bathin raksasa Sumana menjadi tenang, rasa bencinya hilangberganti dengan rasa cinta kasih. Sang Buddha berkata kepada wanitamuda itu,
      "Berikanlah anakmu kepadaraksasa itu".
      "Saya takut, YangMulia".
      "Jangan takut. Kamu tidakperlu khawatir lagi terhadapnya".
Wanita muda itu memberikananaknya ke raksasa. Kemudian raksasa itu memeluk dan menciumi bayiitu dengan penuh kasih. Bayi itu dikembalikan kepada ibunya, dan iamenangis. Sang Buddha lalu bertanya:
     "Mengapa kamu menangis?".
      "YangMulia, di masa yang lampau saya berusaha untuk bisa hidup tetapiselalu kelaparan".
Sang Buddha lalu menghiburnya, danberkata:
      "Jangan khawatir, Sumana".
Sang Buddha lalu berkata kepada wanita muda itu:
     "Bawalah ia pulang ke rumahmu, ajaklah ia tinggalbersamamu, dan berikan bubur yang enak".
     Wanita muda tersebut mengajak raksasa itu pulang ke rumahnya, dantinggal bersama mereka di dalam rumah. Tetapi si raksasa tidak betahtinggal di dalam rumah, akhirnya ia tinggal di hutan dekat rumahwanita muda itu. Ia selalu membantu wanita muda itu dan juga pendudukdi sekitar desa. Karena kebenciannya telah hilang dan berganti dengancinta kasih, ia hidup bahagia di hutan.

9. Seorang Pemburu Yang Dimangsa
OlehAnjing-anjingnya Sendiri
      Pada suatu pagi, seorang pemburubernama Koka, sedang dalam perjalanan menuju sebuah hutan untukberburu binatang. Ia membawa busur panah di tangannya, diiringisekelompok anjing pemburu. Dalam perjalanan ia bertemu dengan seorangbhikkhu yang sedang berjalan menuju desa untuk pindapata. Melihatbhikkhu itu, Pemburu Koka memendam rasa marah, sambil melanjutkanperjalanannya, ia berpikir:
      "Pagi inisaya bertemu orang pembawa sial, hari ini pasti saya tidak mendapatapa-apa".
      Setelah selesai berpindapatamaka bhikkhu itu pulang ke Viharanya kembali. Demikian pula pemburuyang telah berkeliling di hutan dan tidak memperoleh binatangburuannya keluar dari hutan, untuk pulang ke rumahnya.
     Dalam perjalanan pulang si pemburu bertemu kembali denganbhikkhu yang dijumpainya sebelum masuk ke hutan. Melihat bhikkhu itulagi, ia menjadi amat marah dan pikirnya:
     "Tadi pagi saya bertemu dengan si pembawa sial ini, lalu sayapergi ke hutan untuk berburu binatang, ternyata saya tidak mendapatapa-apa, sekarang tiba-tiba ia muncul lagi di depan saya, lebih baiksaya suruh anjing-anjing memakannya".
     Pemburu Koka segera memerintahkan anjing-anjingnya untuk menyerangbhikkhu itu. Bhikkhu tersebut memohon belas kasihannya denganberkata:
      "Jangan, jangan lepaskananjing-anjing itu".
Pemburu Koka menjawab:
     "Hai, Orang Pembawa Sial, pagi hari ini saya bertemudenganmu, dan karena kamu membawa sial, saya tidak mendapat apa-apadi hutan. Sekarang kamu muncul lagi di depan mata saya, biaranjing-anjing saya memakanmu, hanya itu yang ingin saya katakan".
      Setelah berkata demikian, Pemburu Koka tanpabanyak bicara lagi segera melepas anjing-anjingnya dan memerintahkanuntuk menyerang bhikkhu tersebut. Bhikkhu itu segera berlari danmemanjat pohon, dan duduk di cabang pohon. Anjing-anjing itu segeramemburunya, menggonggong dan menggeram-geram di bawah pohon,bersiap-siap untuk menerkam bhikkhu tersebut. Pemburu Koka yangmengikuti anjingnya, berdiri di bawah pohon sambil berkata:
     "Kamu pikir kamu dapat melepaskan diri daricengkeraman saya dengan naik ke pohon itu?".
Ia segeramemanah kaki bhikkhu yang tergantung itu dengan anak-anak panahnya.Bhikkhu itu sekali lagi memohon:
      "Janganpanah saya, Saudara".
Pemburu Koka tidak perduli denganpermohonan itu, ia tetap memanah kaki-kaki bhikkhu itu.
     Ketika semakin banyak anak-anak panah menembus salah satukakinya, bhikkhu itu menarik kakinya yang terluka, dan membiarkankaki yang satunya tetap tergantung. Tetapi anak-anak panah itu terusmenerus menembus kakinya yang masih tergantung, karena kesakitan ialalu menarik kakinya ke atas. Pemburu Koka tetap terus memanah keduakaki bhikkhu tersebut. Akhirnya bhikkhu itu merasakan badannya panasseperti terbakar. Karena ia merasa amat sakit, ia tidak dapat lagimemusatkan pikirannya. Ia tidak tahu ketika jubahnya jatuh. Ternyatajubahnya jatuh menutupi seluruh tubuh Pemburu Koka.
     "Bhikkhu itu jatuh dari pohon", pikir anjing-anjingitu. Dengan segera anjing-anjing itu menyerang orang yang berada dibawah jubah, menyeret, merobek-robek dan memakan majikannya sendiri.Akhirnya yang tersisa tinggal tulang-tulangnya saja.
     Setelah itu, anjing-anjing itu duduk diam, menunggu perintahselanjutnya. Tidak lama kemudian banyak anak panah berjatuhan dariatas pohon dan mengenai mereka, pada saat itu mereka lalu melihatbhikkhu yang mereka kejar masih berada di atas pohon, mereka laluberpikir,
      "Wah, kita makan majikansendiri!".
Menyadari hal itu mereka lari tunggang langgang.Bhikkhu itu amat kaget dan bingung melihat apa yang terjadi di bawahpohon, ia berpikir,
      "Pemburu itukehilangan nyawanya karena jubah saya jatuh dan menutupinya, apakahkesucian saya tidak ternoda?".
Dengan pikiran yangberkecamuk, ia turun dari pohon, pergi menemui Sang Buddha danmenceritakan seluruh kejadian yang dialaminya, sejak dari awal.
     "Yang Mulia, semua itu terjadi karena jubah saya,sehingga pemburu itu kehilangan nyawanya, apakah kesucian saya tidakternoda? Apakah saya tetap dapat mempertahankan kesucian saya?".
      Setelah Sang Buddha mendengar seluruh ceritaitu, Beliau menjawab:
      "Bhikkhu,kesucianmu tidak ternoda, kamu tetap suci, barangsiapa yang berniatmelukai orang lain yang tidak bersalah, ia akan menerima hukumannya.Lagi pula, hal seperti ini bukan yang pertama kalinya ia lakukan.Pada kehidupannya yang terdahulu, ia juga berniat melukai orang yangtidak bersalah dan menerima hukumannya".
     Sang Buddha lalu bercerita:
      "Padakehidupannya yang terdahulu, ia adalah seorang tabib yang berkelilingdesa untuk mencari pasien. Pada hari itu tidak ada seorang pasien punyang datang padanya. Dengan amat lapar, ia keluar dari desa. Di pintugerbang desa, ia melihat anak-anak yang sedang bermain. Dengan segeratimbul pikiran jahatnya,
      "Saya akanmembawa seekor ular dan akan saya biarkan ular itu menggigit salahsatu anak itu, sehinga ia terluka. Lalu saya obati, sehingga sayamemperoleh uang untuk membeli makanan".
Lalu ia mencariseekor ular dan meletakkannya di lubang pohon dekat tempat anak-anakbermain. Kepala ular menyembul keluar dari lubang pohon, lalu iaberkata kepada anak-anak:
      "Anak-anak,lihatlah ada seekor burung Salika, tangkaplah".
Salahseorang anak segera memegang leher ular itu erat-erat, dan menariknyakeluar dari lubang pohon. Tetapi ketika ia melihat yang dipegangnyaitu ternyata seekor ular, ia menjerit ketakutan, berteriak-teriaklalu melempar ular itu ke atas. Ternyata ular itu jatuh tepat di ataskepala tabib itu. Dengan segera ular itu membelit leher si tabib danmenggigitnya keras-keras, akhirnya tabib itu mati.
     "Jadi", kata Sang Buddha, "Dalam kehidupannyayang terdahulu, pemburu Koka berniat melukai orang yang tidakbersalah dan ia memperoleh hukumannya".
Sang Buddha lalumengucapkan syair:
"Barangsiapa yangberbuat jahat terhadap orang baik,
orang suci dan orang yangtidak bersalah maka kejahatan
akan berbalik menimpa orang bodohitu bagaikan debu
yang dilempar melawan angin".
(Dhammapada, PapaVagga no. 10)
10. Cunda si Pemotong Babi
      Kisah ini menceritakan seoranglelaki bernama Cunda. Selama lima puluh tahun ia memotong babi untukdimakan atau untuk dijual. Di belakang rumahnya terdapat sebidangtanah. Tanah itu diberi pagar dan dijadikan kandang untuk memeliharababi-babi. Babi-babi itu diberinya makanan berupa rumput-rumputan,sampah atau kotoran-kotoran.
      Apabila Cundaingin makan daging babi, ia mengambil salah seekor babinya untukdipotong. Babi itu diikatnya pada sebuah tonggak, badan babi itudimasukkan ke dalam keranjang. Kemudian mulut babi itu dibuka denganpaksa, dan diganjal dengan sepotong kayu. Kemudian ia memasak air,air panas itu dituangkannya ke dalam mulut babi yang sudah terbuka.Air panas itu gunanya untuk membersihkan perut babi darikotoran-kotoran yang masih tersisa. Air mengalir keluar melalui anusbersama dengan kotoran-kotoran, apabila air yang keluar dari anussudah jernih, berarti perut babi sudah bersih. Air panas yang masihtersisa itu lalu disiramkannya ke punggung babi, supaya kulitnyamengelupas. Kemudian ia membakar bulu-bulu babi dengan sebuah obor.Setelah itu kepala babi dipotongnya dengan sebuah golok. Daging babiitu kemudian diberi bumbu-bumbu lalu dipanggangnya, untuk dimakanbersama anggota keluarganya. Apabila daging babi lebih, ia menjualdaging itu ke pasar. Dengan cara seperti itulah Cunda menjalanikehidupannya selama lima puluh tahun.
      Ketikaitu Sang Buddha sedang berdiam di Vihara yang tidak jauh dari tempattinggal Cunda. Tetapi ia tidak pernah sekalipun mengunjungi SangBuddha, dengan mempersembahkan bunga ataupun berdana makanan. Cundatidak pernah melakukan kebaikan.
      Pada suatuhari ia menderita sakit berat, karena perbuatan yang dilakukan selamahidupnya, meskipun ia belum mati ia sudah merasakan panasnya NerakaAvici. Ketika siksaan Neraka itu sudah dirasakannya, sifatnyalangsung berubah seperti seekor babi. Ia mulai mendengkur danmenjerit seperti seekor babi yang hendak dipotong. Ia merangkakdengan tangan dan kaki ke depan dan ke belakang rumah, persis sepertiseekor babi. Keluarganya menyergap dan menyumpal mulutnya. Tetapi iatetap mendengkur dan menjerit seperti seekor babi. Orang-orang disekitar rumahnya tidak dapat tidur nyenyak. Karena ketakutan melihattingkah laku Cunda, keluarganya lalu mengurungnya di dalam rumah, danmereka berjaga-jaga di sekitar rumah. Setelah tujuh hari Cunda merasasiksaan Neraka Avici, ia meninggal dunia dan terlahir di NerakaAvici.
      Beberapa orang bhikkhu yang melewatirumah Cunda, mendengar dengkuran dan jeritan babi-babi, merekakembali ke Vihara menghadap Sang Buddha dan menceritakan apa yangmereka lihat dan mereka dengar:
      "YangMulia, selama tujuh hari ini rumah Cunda ditutup, pasti ia sedangberpesta. Berapa banyak babi yang ia potong. Ia sama sekali tidakmempunyai cinta kasih dan belas kasihan kepada makhluk lain. Belumpernah kami menemukan orang yang sekejam dan sesadis Cunda ini".
      Sang Buddha menjawab:
     "O para bhikkhu, ia tidak memotong babi selama tujuh hari ini.Sebagai hukuman atas apa yang dilakukannya selama ini meskipun iabelum meninggal ia sudah merasakan siksaan Neraka Avici. Selama tujuhhari ini, ia merangkak ke sana ke mari di dalam rumahnya, mendengkurdan menjerit-jerit seperti seekor babi. Hari ini ia meninggal duniadan terlahir di Neraka Avici".
Para bhikkhu lalu menjawab:
      "Yang Mulia, setelah menderita di duniaini, ia akan pergi menuju tempat yang menderita dan terlahir disana".
      "Ya bhikkhu", jawabSang Buddha.
      "Ia yang lengah, baik iaseorang umat ataupun seorang bhikkhu, akan menderita di kedua dunia".
Sang Buddha lalu mengucapkan syair:
      "Di dunia ini iabersedih hati, di dunia sana ia bersedih hati, pelaku kejahatan akanbersedih hati di kedua dunia itu. Ia bersedih hati dan meratap karenamelihat perbuatannya sendiri yang tidak bersih".
Janganlah berbuat jahat
Tambahkanlah kebaikan
Sucikan hati dan pikiran
Ini ajaran semua Buddha

1. Murid Pemberontak
      Ketika itu Yang Mulia Kassapasedang berdiam di Gua Pipphali. Ia mempunyai dua orang murid yangselalu melayaninya. Salah seorang muridnya amat setia dan selalumelaksanakan tugasnya dengan baik. Tetapi murid yang satunya, selalulalai dan malas dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Ia selalumengambil keuntungan dari pekerjaan yang dilakukan oleh temannya,dengan mengakui pekerjaan temannya sebagai pekerjaannya sendiri.
     Contohnya, apabila temannya telah menyediakan air untukmencuci muka dan menyiapkan tusuk gigi, kalau ia tahu, murid yangtidak setia ini akan melaporkan kepada Gurunya, dengan berkata :
     "Yang Mulia, air untuk mencuci muka sudahtersedia, dan ini tusuk giginya. Silahkan mencuci muka"
Apabilawaktunya untuk mandi tiba, ia juga akan melakukan taktik yang sama.
      Murid yang setia, melihat tingkah lakutemannya yang mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, lalu berpikir:
      "Temanku ini selalu melalaikanpekerjaannya dan selalu mencari keuntungan dari apa yang sayakerjakan. Baiklah, saya akan memperhatikannya".
     Ketika murid yang malas ini tertidur sesudah makan siang, ialalu memanaskan air untuk mandi, dan menuangkannya ke dalam tempayanair di ruang belakang. Ia hanya menyisakan sedikit air dalam ketel.
      Sore harinya ketika murid yang malas inibangun, ia melihat air di dalam ketel itu sudah panas, ia pikir :
     "Pasti teman saya ini sudah memanaskan air danmenaruhnya di kamar mandi".
Jadi ia cepat-cepat menghadapGurunya, sambil berlutut ia berkata:
      "YangMulia, air untuk mandi sudah tersedia di kamar mandi, silahkanmandi".
Setelah berkata demikian, ia mengiringi Gurunya kekamar mandi.
      Tetapi Yang Mulia Kassapamelihat air mandinya tidak ada, ia bertanya :
     "Muridku, dimana air mandinya?".
Si murid lalu pergi kedapur, dan ia melihat air yang ada di dalam ketel itu hampir kosong.
      "Lihat apa yang dilakukan olehnya!",ia amat marah.
      "Ia dengan sengajamengisi ketel itu dengan sedikit air, dan menaruhnya di atas tungku,kemudian ia pergi, kemanakah dia? Saya pikir air mandinya sudahpenuh, sehingga saya katakan kepada Yang Mulia, air mandi sudahtersedia".
Dengan rasa marah ia mengambil kendi dan menujuke sungai. Ketika si murid yang malas itu kembali dan menuangkan airke bak mandi, Yang Mulia Kassapa berpikir :
     "Saya kira anak muda itu telah memanaskan air untuk saya, ketikaia datang dan mengatakan airnya sudah siap di kamar mandi, silahkanmandi. Tetapi sekarang, dengan penuh kejengkelan, ia mengambil kendidan mengisinya di sungai. Apa artinya ini?".
Sesudahmempertimbangkan beberapa hal, Yang Mulia Kassapa sampai pada suatukesimpulan,
      "Selama ini anak muda iniselalu melalaikan tugas-tugasnya, dan mengambil keuntungan daripekerjaan yang dilakukan oleh temannya".
Pada waktu muridyang malas itu kembali dan duduk, Yang Mulia Kassapa menegurnyadengan berkata :
      "Muridku, seorangbhikkhu seharusnya tidak mengatakan bahwa saya telah melakukan suatupekerjaan, kalau ia tidak betul-betul mengerjakannya. Contohnya, kamubaru saja datang pada saya dan berkata, "Yang Mulia, air sudahtersedia di kamar mandi, silahkan mandi", tetapi ketika sayamasuk ke kamar mandi airnya tidak ada, dan dengan penuh kejengkelankamu mengambil kendi dan pergi ke luar. Seseorang yang sudah menjadibhikkhu seharusnya tidak melakukan hal itu".
Murid itu amattersinggung, ia lalu berkata sendiri :
     "Lihat apa Yang Mulia perbuat! Mengapa ia berkata begitu hanyakarena air mandinya sedikit".
Hari-hari berikutnya iamenolak untuk berkumpul dengan para bhikkhu lain, untuk duduk bersamaGurunya dalam suatu ruangan.
      Suatu ketika iapergi mengunjungi rumah pengikut Yang Mulia Kassapa. Umat itubertanya :
      "Yang Mulia, dimanakah GuruAnda?".
      "Oh, Yang Mulia Kassapasedang tidak sehat, jadi Beliau berdiam di Vihara".
     "Bagaimana keadaan Beliau sekarang?".
     "Berikanlah makanan untuknya, supaya Beliau sehatkembali", kata murid itu seolah-olah Gurunya memintanya untukberbuat demikian.
      Dengan segera beberapaumat membuatkan makanan seperti yang diminta, dan memberikan pada simurid untuk disampaikan kepada Yang Mulia Kassapa. Si murid itu lalumengambil makanan itu, tetapi dimakannya sendiri dalam perjalananpulang menuju Vihara.
      Suatu ketika, YangMulia Kassapa menerima jubah dari para pengikutnya. Jub

BAKSOS 17 November 2019 di Vihara Cheng Bu Bio, Ciodeng Tangerang

Yayasan Setia Bhakti Lestari pada tanggal 17 November  2019 telah mengadakan baksos bertempat di Vihara Cheng Bu Bio, Ciodeng Tangerang Den...